Cari Blog Ini

Rabu, 15 Agustus 2012

Camilan Solo yang Terancam Punah

‎Inilah Camilan Solo yang Terancam Punah

Camilan tradisonal khas Kota Solo yang dikenal dengan sebutan opak angin kian dilupakan masyarakat karena keberadaannya sulit ditemukan di pasaran.



Berdasarkan pantauan di beberapa sentra jajanan tradisional di Solo, camilan yang menyerupai kerupuk ini sudah jarang dijajakan oleh para pedagang.

Salah seorang pedagang yang masih setia menjual opak angin, Sumiati (62 tahun), mengatakan bahwa saat ini hanya dirinya yang masih melestarikan kuliner tempo dulu tersebut. "Resep opak angin ini sudah tiga generasi diwariskan sehingga saya tetap setia untuk meneruskan berjualan opak angin hingga kini," kata warga Dusun Serenan, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten tersebut.

Ia menjelaskan, pada awalnya camilan opak angin ini dibuat untuk kepentingan ritual pada peringatan satu Muharam.

Menurut dia, kuliner berbahan dasar ketan dan gula jawa ini diyakini bebas kolesterol karena proses memasaknya masih tradisional yakni dipanggang di atas bara api arang. "Proses memasak opak angin ini tidak pakai minyak, cukup dibolak balik diatas bara sampai matang mengembang," ujarnya.

Ia mengungkapkan, bahan dasar opak angin yang berupa ketan tidak boleh digiling dengan mesin, harus ditumbuk dengan lesung dan ditambahkan gula jawa sedikit demi sedikit agar bisa mengembang sempurna saat dipanggang.

Perempuan yang kini menyewa sepetak kamar di kawasan Keraton Solo ini menceritakan asal mula nama opak angin berasal dari ciri khas opak itu sendiri. "Opak ini kalau sudah di dalam mulut langsung lumer menjadi lembut sehingga seperti hilang dibawa angin," jelasnya.

Sumiati sehari-hari menggelar lapak dagangan camilannya di emperan toko di kawasan Coyudan mulai pukul 06.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB.

Ia menjajakan opak anginnya dengan harga Rp 3.000 per bungkus berisi lima keping opak angin berukuran 10 x 10 centimeter.

Dalam sehari Sumiati mengaku hanya dapat meraup omzet sebesar Rp 50 ribu saja karena saat ini opak angin sudah kurang dikenal masyarakat karena memang keberadaannya sulit ditemukan di pasaran.

"Opak angin produksi saya justru kebanyakan diminati oleh pemilik hotel di Kota Solo yang mengundang saya untuk berjualan pada acara festival makanan yang mereka gelar tiap tahunnya," ujarnya.

Perempuan yang telah berjualan opak angin sejak tahun 1969 ini berharap salah satu camilan khas Kota Solo ini dapat lebih diminati masyarakat layaknya camilan lain seperti serabi, getuk lindri, ataupun jadah blondo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar