Mengobati Sikap Tidak Istiqamah
1. Ikhlas dan jujur kepada Allah, hal ini adalah sebab terpenting untuk istiqamah dan menjadi baik :
Ibnul Qayyim berkata :
"Sesungguhnya yang mendapatkan kesulitan dalam meninggalkan maksiat yang disukainya dan yang sering dilakukannya adalah seseorang yang meninggalkannya bukan karena Allah. Adapun seseorang yang meninggalkan hal tersebut dengan jujur, ikhlas dari hatinya karena Allah, ia hanya merasakan kesulitan di awal kali ia meninggalkannya. Ini semua untuk mengujinya, apakah ia jujur dalam meninggalkannya ataukah hanya berdusta, jika ia sabar dalam menghadapi kesulitan ini sebentar saja, ia akan memperoleh kelezatannya”. (Al-Fawaid : 99)
2. Takut kepada akhir kesudahan/kematian yang jelek (su’ul khatimah)
Seorang yang beriman dan jujur harus takut dari akhir kesudahan yang buruk, dan waspada dari penyebabnya. Allah –subhanahu wa ta’ala- berfirman :
“(Ya Allah) wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang salih”. (Yusuf : 101)
Suatu malam Sufyan ats-Tsauri –rahmahullah- menangis hingga subuh, tatkala ia ditanya, ia menjawab :
“Sesungguhnya aku menangis karena takut su’ul khatimah / mati dalam keadaan beramal buruk”. (Kitabul aqibah, karya Abdul Haq al-Isbaili 178)
Al-Imam al-Barbahari –rahimahullah- berkata :
"Dan ketahuilah, bahwa sepatutnya seseorang ditemani perasaan takut selamanya, karena ia tidak mengetahui mati dalam keadaan bagaimana, dengan amalan apa ia mengakhiri hidupnya, dan bagaimana ia bertemu Allah nantinya sekalipun ia telah mengamalkan segala amal kebaikan. "(Syarhu Sunnah 39)
Rasa takut dari akhir kesudahan yang buruk memiliki banyak dampak positif. Perasaan ini akan mendorong seseorang untuk berserah diri kepada Allah –subhanahu wa ta’ala- serta menghadap kepada-Nya dengan selalu berdoa kepada-Nya. Perasaan takut ini akan mengajaknya untuk bersungguh-sungguh dalam ketaatan dan menambah sikap istiqamah dan kebaikan, dan takut dari berbalik mundur kebelakang.
3. Berdoa
Berdo’a kepada Allah agar melindungi kita dari “al-haur badal kaur”. Nabi –shollallahu alaihi wa sallam- berdo’a :
“Dan kami berlindung dari al-haur badal kaur” (HR Ahmad dan Muslim 1343, Tirmidzi, Nasai dan lainnya)
Nabi –shollallahu alaihi wa sallam- juga banyak berdoa :
“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati kokohkanlah hatiku diatas agama-Mu” (HR Tirmidzi)
Kita juga diperintah untuk memohon kepada Allah –subhanahu wa taala- agar Dia memperbaharui keimanan dalam hati kita, Rasulullah –shollallahu alaihi wa sallam-bersabda :
“Sesungguhnya iman dapat menjadi usang dalam rongga (hati) kalian, sebagaimana baju dapat menjadi usang, maka mintalah kepada Allah agar Dia memperbaharui keimanan dalam hati kalian”. (HR Hakim, terdapat juga dalam as-silsilah as-Shahihah karya al-Albani no 1585), maka hendaknya kita memperbanyak berdoa kepada Allah.
4. Kontinyu dalam beramal shalih dan memperbanyak amal shalih.
Sesungguhnya amal shalih yang dilakukan secara kontinyu oleh seseorang adalah lebih disukai oleh Allah, sebagaimana sabda Nabi –shollallahu alaihi wa sallam- :
“Amal yang paling disukai Allah adalah yang kontinyu walaupun sedikit ….” (Muttafaqun alaihi)
Jika seorang muslim kontinyu dalam beramal shalih sesungguhnya ia akan hidup dalam kebaikan dan keistiqamahan, jika ia lemah dan tertimpa rasa putus asa, maka amal-amal kebaikan yang ia lakukan secara kontinyu ini akan menjadi tiang penyangga untuk istiqamah, mengembalikan jiwa (yang putus asa), dan menguasai jiwanya. Maka sepatutnya bagi seorang muslim untuk memperhatikan dalam mengerjakan amal-amal shalih beberapa perkara ini :
a. Bersegera dan berlomba-lomba dalam beramal shalih, Allah berfirman :
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga …” (Ali Imran : 133)
b. Dan terus beramal shalih serta menjaganya :
“Senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku (Allah) dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya…” (HR Bukhari 6137)
c. Lalu bersungguh-sungguh dalam beramal shalih dan memperbanyaknya kemudian bervariasi dalam beramal shalih supaya tidak membosankan jiwanya.
5. Ibnu Mas’ud berkata :
“Dahulu Nabi –shollallahu alaihi wa sallam- tidak terus menerus dalam memberi nasehat lantaran khawatir kejenuhan menimpa kami”. (Bukhari 68)
Maka seorang muslim harus mengambil bagian untuk duduk dalam majelis ilmu yang memberikannya nasehat, dan dibacakan kepadanya kitab-kitab tentang hal itu.
6. Ada juga cara lain untuk mengobati fenomena ketidak istiqamahan ini, diantaranya :
Berdzikir kepada Allah, merenungkan kehinaan dunia, mengoreksi diri, beramal dan aktif berdakwah.
Akhirnya segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Kita berlindung kepada Allah dari al-Haur ba’dal Kaur.
Ya Allah (yang membolak-balikkan hati). Tetapkanlah hati-hati kami untuk selalu ta’at kepada-Mu. Dan wafatkanlah kami dalam keadaan Husnul Khotimah.Amin...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar